
Mendengar hal itu, sang bijak berkata. "Baiklah, kalau begitu tolong kau ambil bantal di temapt tidurku. Kemudian bawalah ke alun-alun kota, dan setelah di sana bukalah bantal itu sampai bulu-bulu ayam dan kapas yang ada di dalamnya terbang ditiup angin. Itulah bentuk hukuman dari kata-kata jahat yang pernah keluar dari mulutmu."
Meski kebingungan, peria itu menerima apa yang telah diperintahkan kepadanya. Di alun-alun ia membuka bantal tersebut, dan dalam sekejap bulu ayam dan kapas berterbangan tertiup angin. Setelah selesai melakukan hukuman itu ia kembali menemui sang bijak dan bertanya, "saya telah melakukan apa yang guru perintahkan, apa itu berati saya telah diampuni?"
Mendengar hal itu, sang bijak menggelengkan kepala dan berkata "Kamu belum mendapatkan pengampunan, kamu baru menjalankan setengah hukumanmu. Kini kembalilah ke alun-alun dan pungutlah kembali bulu-bulu ayam dan kapas yang tadi berterbangan ditiup angin."
***
Kawan, Kata-kata yang telah keluar dari mulut kita, selalu akan mengema selamanya, bahkan tidak perduli berapa kali kita memohon maaf. Sama seperti kapas dan bulu ayam yang berterbangan tertiup angin, selamanya kita tidak akan pernah mampu untuk mengumpukannya kembali. Memang sebuah permintaan maaf akan mengobati banyak hal, namun semua itu tidak akan ada artinya jika kita mengulanginya kembali.
0 komentar:
Posting Komentar