Jumat, 27 Januari 2012

GUNUNG PENANGGUNGAN - Saksi Bisu Kejayaan Masa Lampau

Gunung Penanggungan
Dikenal memiliki nilai sejarah tinggi karena di sekujur lerengnya terdapat banyak peninggalan purbakala, baik berupa candi, pertapaan, ataupun petirtaan. peninggalan sejarah di gunung penanggungan berasal dari periode Hindu - Buddha di Jawa Timur.. gunung Penanggungan (atau dikenal sebagai gunung Pawitra yang artinya kabut) terletak di perbatasan Kab. Pasuruan dan Kab. Mojokerto. jika kita melakukan perjalanan darat Surabaya - Malang, selepas keluar dari jalan tol Gempol, akan terlihat gunung Penanggungan dengan kondisi puncaknya yang tandus, tampak
seperti miniatur Gunung Semeru.

Gunung Penanggungan berada dalam pegunungan Penanggungan yang terdiri dari Gunung Penanggungan (1.653 mdpl), dan beberapa bukit yang mengelilinginya yaitu Bukit Bakel (1.238 mdpl), Gajah Mungkur (1.084 mdpl), Sarah Klopo (1.235 mdpl), dan Bukit Kemuncup (1.238 mdpl). puncak gunung Penanggungan terdiri dari batuan cadas dan rerumputan. pada malam hari, udara di puncak penanggungan berkisar antara 10-15 derajat celcius, sedangkan pada siang hari berkisar antara 15-25 derajat celcius.

puncak berkabut Penanggungan - Desember 2010
Vegetasi yang menutupnya merupakan kawasan hutan dipterokarp bukit, hutan dipterokarp atas, hutan montane, dan hutan ericaceous atau hutan gunung. berbagai macam flora yang dijumpai di Gunung Penanggungan adalah jenis-jenis tanaman rimba seperti jempurit, kluwak, ingas, kemiri, dawung, bendo, wilingo, dan jabon. disana juga banyak ditemui tumbuhan seperti laos, kunir, dan jahe.

Medan yang ditempuh menuju puncak Penanggungan meliputi medan datar, landai, miring, berbukit, dan berjurang. di kaki gunung, keadaan medannya landai sampai sekitar 2 km, naik ke atas kemiringannya berkisar antara 30 sampai 40 derajat. di bagian perut gunung agak curam, berkisar 40 sampai 50 derajat. sampai di dada gunung banyak jurang-jurang dengan kemiringan berkisar antara 50 sampai 60 derajat. dari leher sampai puncak kita akan melewati medan curam berbatu, licin, dengan kemiringan berkisar antara 60 -70 derajat. sampai di puncak, batu-batu cadas akan nampak di sana-sini, dekat dengan puncak kita akan menemui sebuah goa kecil yang bisa di gunakan untuk berlindung dari badai.

referensi:
http://www.belantaraindonesia.org/2010/10/gunung-penanggungan.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Gunung_Penanggungan

PENINGGALAN SEJARAH

Sekitar tahun 1920-an, terjadi kebakaran hutan di lereng Penanggungan bagian barat, kebakaran inilah yang mengawali penemuan puluhan situs arkeologi dan ratusan artefak di Gunung Penanggungan. Tahun 1925, WF Stuterheim mengadakan penelitian di Gunung Penanggungan kemudian menyimpulkan makna Penanggungan bagi masyarakat Jawa kuno. banyaknya bangunan suci di lereng Penanggungan membuktikan bahwa gunung Penanggungan erat kaitannya dengan tradisi pemujaan kepada para Dewa atau arwah leluhur. Bangunan suci itu berupa punden berundak, altar persajian, dan goa pertapaan yang berfungsi sebagai pelataran tempat dijalankannya ritual - ritual keagamaan Menurut WF Stutterheim, masyarakat jawa kuno menganggap gunung Penanggungan sebagai puncak gunung Semeru.

Penjelasan WF Stutterheim itu juga berdasar pada kitab Tantu Panggelaran. dalam kitab tersebut disebutkan bahwa Bhatara Guru menugaskan Brahma dan Wisnu untuk mengisi pulau Jawa dengan manusia. dan karena pulau Jawa selalu di landa goncangan, maka para dewa memindahkan gunung Mahameru dari India ke Jawa. dalam perjalanan memindahkan gunung tersebut, bagian Mahameru berguguran menjadi gunung - gunung yang berjajar di sepanjang pulau Jawa. tubuh gunung Mahameru diletakkan agak miring menyandar pada gunung Brahma (Bromo) dan enjadi gunung Semeru. puncak Mahameru sendiri adalah gunung Penanggungan. (cerita lain menyebutkan bahwa gunung penanggungan merupakan puncak dari gunung Arjuno, para Dewa memotong puncak gunung Arjuno untuk membangunkan arjuna dari pertapaannya)

VR Van Romondt, seorang arkeolog asal Belanda yang telah beberapa kali melakukan penelitian di gunung Penanggungan pada tahun 1951 mencatat terdapat sekitar 81 buah situs arkeologi di lereng Penanggungan. peninggalan sejarah tersebut telah banyak yang rusak karena kurangnya perawatan atau akibat bencana alam (longsor, badai, dll), pada awal era orde baru juga tidak jarang terjadi pencurian benda-benda arkeologi yang menyebabkan peninggalan sejarah di lereng Penanggungan semakin berkurang. pada tahun 1991, inventarisasi lebih lanjut dilakukan oleh DITLINBINJARAH mencatat tersisa sekitar 51 situs sejarah yang bisa di jumpai. Tahun 2010 jumlahnya menjadi sekitar 42.

referensi:
Asal Mula Gunung di Pulau Jawa - 2005, Pustaka Jaya
http://www.belantaraindonesia.org/2010/10/gunung-penanggungan.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Gunung_Penanggungan

SAKSI BISU KEJAYAAN MASA LAMPAU

Gunung Penanggungan dianggap suci oleh masyarakat Jawa kuno, merupakan tempat mensucikan diri bagi para pertapa, raja-raja, keluarga dan petinggi kerajaan. di kaki gunung Penanggungan terdapat petirtaan (pemandian) Jolotundo yang dibangun antara tahun 899-977 M, dan dulu digunakan oleh keluarga kerajaan Majapahit. sekarang Jolotundo masih mengalirkan air dan berfungsi sebagai tempat wisata pemandian. masyarakat sekitar percaya bahwa air yang mengalir di Jaladwara (pancuran air di petirtaan Jolotundo) adalah amerta (air keabadian) karena berasal dari gunung Penanggungan, yang di anggap sebagai gunung suci.

Pada masa kejayaan Majapahit, gunung Penanggungan sering dikunjungi oleh Prabu Hayam Wuruk untuk bersembahyang atau sekedar menghabiskan waktunya di Jolotundo. bahkan dalam kekawin Negarakertagama pupuh 58:1 terdapat pujian terhadap gunung Penanggungan. disebutkan ketika sang Prabu yang suka jalan-jalan tersebut pulang dari perjalanan keliling Jawa Timur dari Lumajang ke kerajaannya, dia melewati Pasuruan dan singgah di Cunggrang. di Ceritakan bahwa dari Cunggrang (yang merupakan asrama para pertapa dan terletak di tepi lereng Penanggungan), Prabu Hayam Wuruk melihat pemandangan yang begitu indah dari gunung Penanggungan. bangunan suci di Penanggungan sebenarnya sudah ada sejak masa pra Hindu - Buddha, berfungsi sebagai tempat pemujaan terhadap arwah leluhur. pada masa Hindu - Buddha, bangunan tersebut beralih fungsi menjadi tempat pemujaan terhadap para Dewa. pada masa kejayaan Majapahit, para pertapa dan masyarakat banyak membangun lagi tempat pemujaan Dewa. tak heran Penanggungan menjadi gunung yang kaya akan situs arkeolgi

Jalur Pendakian:
1. Jalur Trawas
dari arah Surabaya atau Malang, naik bus dan turun di terminal Pandaan. terus naik angkot jurusan Trawas. dari Trawas kita bisa naik ojek menuju desa Rondokuning. pendakian dimulai dari Rondokuning melewati jalan setapak hutan. jarak Rondokuning - Puncak Penanggungan sekitar 3-4 jam jalan kaki.

2. Jalur Jolotundo
jalur Jolotundo adalah yang paling sering digunakan, karena jika kita lewat jalur ini kita akan menjumpai banyak situs-situs arkeologi berupa punden, petilasan, candi, dll.. untuk mencapai Jolotundo dari Trawas kita bisa naik minibus. jarak antara Jolotundo - Puncak Penanggungan sekitar 3-4 jam.

3. Jalur Ngoro
dari arah Malang atau Surabaya naik bus dan turun di pertigaan Japanan, setelah itu kita naik minibus jurusan Ngoro. dari Ngoro kita naik angkutan desa dan turun di desa Jedong. jalur pendakian yang ditempuh adalah melewati hutan lindung. medannya cukup landai, tanjakan yang cukup berat akan ditemui setelah kita melewati candi Wayan. 2 Km menuju puncak kita akan melewati medan dengan kemiringan sekitar 70-80 derajat. jalur Ngoro lebih sulit daripada Jolotundo dan Trawas

0 komentar:

Posting Komentar